Liputan6.com, San Fransisco - Berkunjung ke San Fransisco tak afdal rasanya jika luput mengunjungi jembatan berwarna merah salah satu ikon di sana. Saat berkesempatan menginjakkan kaki di salah satu negara bagian Amerika Serikat itu, usai menghadiri Facebook Global Fact Checking Summit, Liputan6.com menyambangi landmark populer tersebut.
Sejauh mata memandang, selimut kabut menyembunyikan jembatan ikon di San Fransisco, Golden Gate Bridge pada awal November lalu. Dua kali singgah, pada pagi menjelang tengah hari dan petang. Hasilnya, nihil.
Bayangan bisa mendapat foto apik dengan panorama khas struktur ikonik San Fransisco pun sirna. Selimut kabut menyembunyikan Golden Gate Bridge di awal bulan November 2019.
Hanya bisa merasakan dingin yang membuat bulu kuduk berdiri jika embusannya mengenai bagian tubuh yang tak tertutup baju hangat. Suhu berkisar 10 derajat Celcius sukses membuat orang-orang bergidik menahan dingin, apalagi mereka yang terbisa tinggal di daerah tropis nan hangat.
Jembatan ikonik di Amerika yang berwarna merah itu tak terlihat jelas. Ketika angin berhembus cukup kencang, barulah struktur tersebut tampak. Itu pun hanya sedikit, tak seluruhnya.
Hanya beberapa bagian ujung jembatan gantung di sepanjang Golden Gate -- sebuah bukaan dari Samudra Pasifik ke Teluk San Francisco yang menghubungkan kota San Francisco, California di Semenanjung San Francisco dan Marin County, California -- yang terlihat.
Jembatan yang membentang sepanjang 2.727 meter dengan ketinggian 230 meter di atas permukaan air -- menurut sejumlah sumber -- hanya mengintip di balik kabut yang cukup tebal.
Alhasil, mereka yang datang untuk berfoto hanya bisa mengabadikan keberadaannya di Golden Gate Bridge dengan sedikit penampakan jembatan merah itu. Banyak wisatawan asing kerap mencari spot foto terbaik, saat angin berhembus kencang meniup selimut kabut dan memperlihatkan struktur ikonik tersebut.
"Berkabut, tak terlihat, sebelah sini, di sini, di sana," terdengar sejumlah percakapan saat sejumlah wisatawan mencari posisi yang pas agar mendapatkan angle sempurna saat berada di belakang Golden Gate Bridge.
Meski demikian, selimut kabut yang cukup tebal dan suhu yang cukup dingin tak membatasi akses komunikasi di wilayah Golden Gate Bridge. Dengan dukungan Javamivi, video call dengan orang terkasih di Indonesia hingga memesan taksi online dan mengakses situs serta peta tak jadi masalah. Sambungan internet dengan modem tersebut lancar digunakan di salah satu negara bagian Amerika itu.
Sementara itu, saat senja tiba, binatang berekor belang, rakun terlihat berkeliaran. Awalnya dikira kucing, karena beberapa di antaranya masuk ke dalam tempat sampah dan mengambil sisa-sisa makanan.
Selain itu, di kawasan ini juga banyak terlihat hilir mudik orang bersepeda.
Cafe, Toko Suvenir hingga Golden Gate Bridge Mini
Puas mencari angle terbaik untuk berfoto di area Golden Gate Bridge. Para wisatawan mulai beranjak ke sebuah bangunan dekatnya. Namanya Welcome Center Golden Gate.
Di tempat tersebut, beragam suvenir khas San Fransisco, terutama terkait Golden Gate Bridge dijual, mulai dari mainan, magnet, buku cerita anak, gantungan kunci, pin, korek, hingga kaus dan sweater. Harganya bervariasi, mulai dari US$1 hingga seratusan dolar Amerika.
Jika berbelanja di sini, Anda tak akan mendapatkan pembungkus plastik. Pihak toko hanya menyediakan paper bag dalam sejumlah ukuran yang dibanderol mulai dari US$0,99 atau sekitar Rp 13 ribu.
Jika mencari oleh-oleh murah meriah seharga US$1, pin bertuliskan serba-serbi Golden Gate mungkin bisa jadi pilihan.
Cuaca dingin kerap membuat sebagian orang mudah merasa ingin buang air kecil. Jangan khawatir, di area dekat toko suvenir ini terdapat toilet bersih dan gratis.
Tepat di bagian depan pintu masuk bangunan penjual oleh-oleh ini, berdiri sebuah tempat makan dan minum. Namanya Bridge Cafe.
Menurut situs Trip Advisor, tempat ini cocok dijadikan lokasi makan siang saat Anda berada di Golden Gate Bridge Welcome Center. Restoran mungil bergaya art-deco ini menyajikan pemandangan Golden Gate Bridge.
Di dalamnya menjual kopi, dan sejumlah camilan. Terutama menawarkan sajian grab and go alias yang mudah disantap dalam kemasan.
Di antaranya kue kering dan donat lokal yang baru dipanggang, kue kering cokelat buatan rumah, brownies fudge cokelat hitam, dan cokelat kelapa macaroon. Minumannya kopi panas, teh, dan cokelat panas. Lalu ada air dingin, soda, dan jus serta gelato.
Tak jauh dari sana, ada tangga beton bertuliskan selamat datang dengan beragam bahasa. Indonesia salah satunya. Struktur itu dipoles dengan warna merah, seperti Golden Gate Bridge.
Beranajak ke arah jembatan merah ikonik San Fransisco, ada bendera Amerika Serikat yang dipasang dengan tiang cukup tinggi. Membuat lambang negara yang dipimpin DOnald Trump itu berkibar-kibar tertiup angin kencang.
Apalagi di sebelahnya terdapat jalan tol, sehingga banyak kendaraan seliweran, membuat embusan udara semakin kencang dan kian terasa dingin.
Tak jauh dari tiang bendera Amerika Serikat, Golden Gate Bridge mini bertengger. Anda bisa melihat miniatur jembatan ikonik San Fransisco ini meski hari sudah gelap dan Welcome Center sudah tutup.
Mengunjunginya tak dipungut biaya. Gratis.
Meski demikian, cuaca bulan November di area ini cukup dingin. Jangan lupa memakai jaket dan topi sebagai penghangat tubuh yang diterpa embusan angin kencang.
Kabut cukup tebal pun turun saat malam. Membuat jarak pandang kian berkurang. Kian malam udara semakin dingin, karena temperatur terus turun.
Ongkos Taksi Mahal dan Serba Tips
Berbekal informasi sejumlah rekan yang menyebut ongkos taksi di Amerika Serikat mahal, Liputan6.com akhirnya mencoba menggunakan transportasi online. Tarif yang dipatok berada di bawahnya.
Menurut situs taxifarefinder.com, dari tempat Liputan6.com menginap di kawasan Silicon Valley, ongkos taksi menuju Golden Gate Bridge dibanderol seharga US$125,96 atau sekitar Rp 1, 7 juta. Sementara dengan Uber hanya US$60,84 atau berkisar Rp 850 ribu.
Biaya transportasi itu bisa melambung lebih tinggi bahkan dua kali lipatnya jika bepergian saat rush hour atau jam sibuk.
Dari Sillicon Valley ke Golden Gate Bridge, waktu tempuhnya mencapai 57 menit. Jika menuju lokasi tersebut saat petang, ketika waktu pulang kantor, Anda bisa terjebak macet. Kira-kira sekitar 90 menit baru bisa tiba di sana.
Biaya transportasi tersebut bisa berkurang setengahnya, alias 50 persen dengan menggunakan aplikasi ojek online ala Amerika. Namanya Lyft.
Sayangnya, aplikasi Lyft tak gratis. Berbayar menggunakan kartu kredit. Jadi, Liputan6.com membatalkan proses pengunggahan.
Sebagai saran untuk Anda yang hendak mengunjungi Negeri Paman Sam, ada baiknya Anda mendownload aplikasi tersebut di Indonesia. Sebab ternyata tak berbayar jika diunggah di Tanah Air.
Budaya Tips
Selain itu, budaya tips membuat Anda harus menyiapkan uang receh. Budaya ini konon hanya ada di Amerika.
Tak ada peraturan pasti tentang budaya ini, orang juga tak akan ditangkap atau harus membayar denda jika tidak memberi tip. Kendati demikian ada konsekuensi sosial, seperti menghina seseorang.
Jadi, boleh dibilang tip tidak hanya serius, tapi juga penting sekali dalam budaya Amerika.
Tak hanya saat menggunakan jasa transpotasi, Anda juga diharapkan memberi tip ketika berada di restoran, kafe, salon, spa, atau pindahan rumah, atau menggunakan layanan membawa koper, dan sebagainya, Hal itu penting untuk pekerja yang mengandalkan uang tip, meski sudah ada aturan upah minimum di Amerika.
Orang-orang di Amerika suka dengan kebiasaan memberi tip, mereka begitu mengapresiasi ketika menerima uang ekstra tersebut. Konon hal itu juga menjadikannya bekerja lebih baik.
Budaya tips itu jugalah yang membuat layanan di restoran, salon, taksi, dan lain-lain lebih efisien.
Tak ada besaran nominal untuk tips. Tapi banyak yang menyarankan lebih dari US$1. Bagaimana menurut Anda?
Sekilas Tentang Golden Bridge
Mengutip sejumlah sumber, Golden Gate disebut dibangun tahun 1937 dan menghabiskan dana sekitar $US 27 juta.
Dari atas jembatan populer di San Fransisco ini, Anda bisa melihat panorama kota, Pulau Farallons, hingga Alcatraz. Eloknya matahari terbit atau terbenam juga bisa disaksikan di sini.
Nama Golden Gate sendiri mengacu pada selat Golden Gate alias perairan yang berada di bawah jembatan ini. Itulah asal usul mengapa warna struktur tersebut tak golden (emas) melainkan merah.
Saat hari berkabut, akan terdengar suara terompet dari sekitar Golden Gate Bridge. Konon bunyinya mencapai 165 desibel. Terompet ini dibunyikan untuk memperingatkan kapal-kapal agar tidak mendekat pada saat hari berkabut dan jarak pandang terbatas. Liputan6.com mendengar bunyi-buyian tersebut saat menikmati pemandangan berselimut kabut tersebut.
Hal ini demi keselamatan si kapal dan pengguna jembatan Golden Gate Bridge itu sendiri.
Meski berselimut kabut, memandangi kapal hilir-mudik di bawah Golden Gate Bridge menjadi kebahagiaan tersendiri. Bagi para pujangga, mungkin pemandangan demikian di San Fransisco ini bisa menjadi inspirasi menulis sebaris puisi dan merangkai petikan gitar sendu.
Di balik itu, kisah bunuh diri juga menyelimuti Golden Gate Bridge.
Banyak orang yang berniat bunuh diri dengan cara terjun dari Golden Gate -- jembatan sepanjang 2,7 kilometer yang menghubungkan Kota San Franciso dan Marin, California.
Seperti dimuat situs Huffington Post, dalam sejarah, lebih dari 1.500 orang melompat dari atas Golden Gate, dari ketinggian 75 meter di atas air, untuk mengakhiri hidupnya. Belum termasuk yang tidak ketahuan.
Menjadikan jembatan itu sebagai salah satu tujuan bunuh diri yang paling populer di dunia. Para pelaku bunuh diri biasanya tewas akibat trauma saat membentur air. Mereka yang masih bernyawa, biasanya tak akan bertahan lama. Tenggelam atau nyawa melayang akibat hipotermia di air dingin. Kalaupun selamat, anggota tubuhnya tak akan kembali normal.
Untuk itulah, otoritas setempat mempekerjakan petugas untuk melakukan patroli, sembari mencegah orang-orang putus asa mengakhiri hidupnya di sana.
November 28, 2019 at 07:01AM from Berita Terkini, Kabar Terbaru Hari Ini Indonesia dan Dunia - Liputan6.com https://ift.tt/34nUeya
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment