Liputan6.com, Islamabad - Dewan Seni Pakistan dipaksa mundur setelah munculnya diskusi dengan tema feminisme yang diselenggarakan, di mana seluruh panelnya adalah laki-laki.
Dikutip dari BBC, Jumat (22/11/2019), protes yang muncul di media sosial membuat penyelenggara akhirnya menambahkan dua tamu wanita, dan mengganti nama acara. Dari Feminism: The Other Perspective yang menuai cemoohan menjadi 'Understanding Feminism.'
Panitia mengatakan para pria pembuat keputusan harus berbagi pandangan tentang feminisme, tetapi banyak kritikus mempertanyakan gagasan itu.
Di Pakistan yang sangat patriarki, sebuah diskusi yang diisi seluruh panel laki-laki dan membahas feminisme tampaknya bukan cara yang tepat untuk mengatasi ketidaksetaraan gender.
Satu-satunya wanita yang masuk dalam barisan asli adalah pembawa acara diskusi Uzma al-Karim, yang namanya diletakkan di bagian bawah literatur promosi.
Setelah kritik yang tak kunjung henti, akhirnya dua wanita ditambahkan ke dalam panel, seorang merupakan jurnalis bernama Quatrina Hosain dan lainnya merupakan seorang feminis Mehtab Akbar Rashdi.
Namun, tampaknya hal itu tak meredakan emosi yang kadung tersulut.
Banyak yang mengkritik para pria yang terlibat, menuduh mereka menggunakan feminisme untuk memajukan kepentingan sendiri.
Sebenarnya tidak ada alasan bahwa laki-laki tidak boleh memberikan pandangan mereka tentang feminisme, namun sepertinya adalah hal yang salah jika mengundang panel yang tidak menyertakan perempuan sama sekali.
Seorang pria, Erum Haider, menulis dalam akun Twitternya: "Orang-orang yang saya kenal yang merupakan feminis akan malu berada di panel ini."
Nama Acara Terpaksa Diganti
Moderator diskusi, Uzma al-Karim mengatakan kepada BBC Urdu: "Tujuan kami adalah untuk membuat laki-laki memiliki kekuatan dalam membuat keputusan di media besar dan mereka yang memiliki pengikut untuk berbicara tentang pemahaman mereka mengenai feminisme.
"Kami ingin mendaftarkan persepsi mereka karena mereka berada dalam posisi yang dapat memengaruhi opini publik. Dan itulah mengapa kami menyebutnya 'perspektif lain'."
Salah satu pria yang mengambil bagian dalam diskusi itu, aktivis hak asasi manusia Jibran Nasir, mengatakan bahwa dia menemukan judul aslinya menyesatkan.
"Saya diberi tahu panel ini tentang laki-laki berbicara dengan laki-laki lain tentang memikirkan kembali maskulinitas dan mengapa sebagai laki-laki kita membutuhkan feminisme. Itu bukan untuk menjelaskan feminisme atau berbicara tentang masalah perempuan dari sisi laki-laki," tulisnya.
Jibran Nasir menolak berkomentar ketika ditanya oleh BBC apakah dia diberi tahu dengan jelas apa yang harus diperdebatkan, dan apakah dia telah diberitahu oleh Dewan Seni bahwa tidak ada wanita di panel tersebut.
"Ini bukan masalah besar," katanya. "Orang-orang mengajukan beberapa keberatan, setelah itu manajemen membuat beberapa perubahan, dan saya hanya seorang tamu di acara itu."
Nida Kirmani, profesor ilmu sosial di Universitas Lahore Ilmu Manajemen, mengatakan masalah pria yang memperdebatkan feminisme dibenarkan - tetapi Dewan Seni gagal untuk mengklarifikasi konsep sebenarnya dan itulah sebabnya ada reaksi yang heboh di media sosial.
"Saya pikir reaksi ini juga disebabkan oleh fakta bahwa kita muak melihat panelis laki-laki tanpa henti memperdebatkan masalah sembrono di media elektronik," katanya.
"Jarang sekali kita melihat protagonis wanita, dan ini tampak normal bagi kebanyakan orang," tutupnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
November 23, 2019 at 07:01AM from Berita Terkini, Kabar Terbaru Hari Ini Indonesia dan Dunia - Liputan6.com https://ift.tt/2QIpNi9
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment