Monday, December 24, 2018

2 Fakta Letusan Dahsyat yang Melahirkan Gunung Anak Krakatau

Gunung Krakatau terletak di Pulau Krakatau, Selat Sunda --selat yang memisahkan Jawa dan Sumatra. Aktivitas vulkanik di gunung setinggi 813 meter tersebut disebabkan oleh subduksi lempeng tektonik Indo-Australia ketika bergerak ke utara, menuju daratan Asia.

Pulau Krakatau memiliki lebar sekitar 3 mil dan panjang 5,5 mil (9 x 5 kilometer). Sebelum letusan bersejarah itu terjadi, Puau Krakatau memiliki tiga puncak gunung berapi yang saling terhubung: Perboewatan, yang paling utara dan paling aktif; Danan di tengah; dan yang terbesar, Rakata, yang berada di ujung selatan pulau.

Krakatau dan dua pulau di dekatnya, Lang dan Verlatan, adalah sisa-sisa letusan besar sebelumnya yang meninggalkan kaldera bawah laut di antara ketiganya.

Pada Mei 1883, kapten dari kapal Elizabeth (kapal perang Jerman) mengaku melihat awan kelabu di atas Krakatau. Dia memperkirakan ketinggian mega tersebut lebih dari 6 mil (9,6 km).

Dua bulan berikutnya (Juli), kapal komersial dan kapal wisata sewaan (carter) sering terlihat berlalu-lalang di Selat Sunda. Mereka kerap melaporkan bahwa mereka mendengar suara gemuruh dan awan pijar.

Lalu, pada Agusutus, penduduk yang tinggal di pulau-pulau terdekat Krakatau justru tidak menganggap semua pertanda itu sebagai sebuah isyarat. Warga justru menggelar pesta kembang api alami yang berasal dari letupan lava Gunung Krakatau. Langit memang terlihat terang karenanya, namun maut sedang mengintai orang-orang ini.

Pukul 12.53 WIB pada hari Minggu, 26 Agustus 1883, erupsi pertama mengirimkan awan panas dan material vulkanik, seperti pasir dan batu, sekitar 24 kilometer di udara di atas Perboewatan. Ilmuwan menduga bahwa puing-puing yang disebabkan karena aktivitas letusan sebelumnya, menjadi penyumbat puncak gunung. Sehingga, tekanan di ruang magma semakin memuncak.

Pada pagi hari, tepat tanggal 27 Desember, Gunung Krakatau 'menggeliat'. Empat ledakan dahsyat terjadi. Bahkan terdengar hingga ke Perth (Australia), sekitar 2.800 mil (4.500 km). Peristiwa ini membuat Perboewatan dan Danan 'tenggelam' ke kaldera di bawah laut.

Keempat letusan tersebut memecahkan ruang magma dan memuntahkan lava pijar ke air laut di sekitar pulau. Kejadian ini dikenal sebagai peristiwa phreatomagmatic. Air laut yang mendidih menciptakan bantalan uap super panas, yang membawa aliran piroklastik hingga 25 mil (40 km) dengan kecepatan lebih dari 62 mph (100 km/jam).

Tephra (pecahan batu vulkanik) dan gas vulkanik panas, menelan banyak korban jiwa di Jawa Barat dan Sumatra, tetapi korban meninggal lebih banyak disebabkan oleh terseret arus tsunami yang mematikan. Gelombang air laut setinggi hampir 36,5 meter (120 kaki), muncul karena runtuhnya gunung berapi ke dasar selat.

Ledakan akbar itu juga menyemburkan sekitar 11 mil kubik (45 km kubik) material vulkanik ke atmosfer. Langit berubah suram hingga sejauh 275 mil (442 km) dari gunung berapi. Sinar matahari tak pernah menampakkan wujudnya selama tiga hari. Abu bahkan berterbangan sejauh 3.775 mil (6.076 km).

Barograf di seluruh dunia mencatat bahwa gelombang kejut di atmosfer mengelilingi planet setidaknya tujuh kali. Dalam 13 hari, lapisan sulfur dioksida dan gas-gas lain mulai menyaring jumlah cahaya mentari yang dapat mencapai Bumi. Suhu global rata-rata turun 1,2 derajat lebih dingin selama lima tahun ke depan.

Let's block ads! (Why?)



December 24, 2018 at 06:35PM from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com http://bit.ly/2CvmbZs
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment